KREATIFITAS ETIKA BISNIS 3 ( TULISAN 6)
NAMA :
IRENE ROSE SARASWATI
KELAS :
3EA48
NPM : 15214422
KREATIFITAS
ETIKA BISNIS 3 ( TULISAN 6)
ETIKA
BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
DEFINISI ETIKA
Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari
bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis
konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral,
benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam
watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan
yang baik secara moral.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika
atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan
pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam
pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika
dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga,
etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
DEFINISI BISNIS
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan
al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan
yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r,
tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun
walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi
gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari
keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib ,
fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang
mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dalam penggunaannya kata tijarah pada ayat-ayat di
atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu
pada surat Al-Baqarah ; 282. Kedua,
dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis
dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat
material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi
bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan
hal yang bersifat immaterial dan kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata
manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis
harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan
perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan,
dan kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian
perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan
ilmu fikih:
1.
Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
2.
Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta
dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya
penggantian.
3.
Menurut cara yang diperbolehkan penjelasan dari pengertian diatas:
a. Perdagangan adalah suatu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara
seorang dengan orang lain.
b.
Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang
diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul.
c. Perdagangan
yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
DEFINISI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau
etika sebagai perangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa
yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan
pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis
adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi
atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis
merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis.
Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka
prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik
dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas
implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan
etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan
mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara
bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam
bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan
pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari
keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan
semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan
jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial
dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt.
DASAR HUKUM
1.
Al Baqarah : 282
Yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah
ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.
2.
An Nisa' : 29
Yang artinya
:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup
juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh
diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
3.
At Taubah : 24
Yang
artinya: Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
4.
An Nur : 37
Yang artinya
: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.
5.
As Shaff : 10
Yang artinya
: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.
PEMBAHASAN MASALAH
A.
TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal
ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan
sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata,
bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para
pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1.
Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode
berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan
agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2.
Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat,
dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3.
Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.
Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang
terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5.
Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara
mereka semua.
B.
PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS
Rasululah SAW sangat banyak
memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1.
Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam,
kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah
sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini,
beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang
mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa
yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para
pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian
atas.
2.
Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana
yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi
kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan
bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi
didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3.
Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para
pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam
sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah
palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam
hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih
bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan
memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah
palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan
pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun,
harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi
hasilnya tidak berkah.
4.
Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan
bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmatiÂ
seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R.
Bukhari dan Tarmizi).
5.
Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual
untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik
orang lain untuk membeli).
6.
Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq
‘alaih).
7.
Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis
semacam itu.
8.
Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang
benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah
bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9.
Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang
yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati
dan penglihatan menjadi goncang”.
10.
Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah
upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran
upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11.
Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah
melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi
(penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan
tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut
mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain.
Ini dilarang dalam Islam.
12.
Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)
yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya,
larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan)
politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen
minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk
bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang
justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13.
Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang
yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad
Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi
dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14.
Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka
di antara kamu” (QS. 4: 29).
15.
Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang
muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi
Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya”
(H.R. Hakim).
16.
Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda
Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar
hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya
pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17.
Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS.
al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang
yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan
perang terhadap riba.
C.
TEORI DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS
Sistem etika
Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat.
Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah
dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya
pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang
diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat
justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan
keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan
rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan
dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya.
Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang
jelas yaitu Al-Qur'an dan Hadis.
1.
Etika Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem
etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a)
Teleologi
Teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua
konsep yakni : Pertama, konsepUtility (manfaat) yang kemudian
disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada
konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak
sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah
sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang
berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis
ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua,
teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang
berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu
dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan
pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal
ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau
kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode
distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan
sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan
kerjasama antar anggota masyarakat.
b)
Deontologi
Teori yang
dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan
"hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip
yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori
ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics).
Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar
atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar
dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi
seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum
Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis
harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
c)
Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori,
meliputi :
·
Personal Libertarianism
Dikembangkan
oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan
distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua
terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori
ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan
individu.
·
Ethical Egoism
Dalam teori
ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan
individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau
kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau
apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
·
Existentialism
Tokoh yang
mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku
tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah
ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip
etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya
menjadi.
·
Relativism
Teori ini
berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung
dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria
universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria
sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
·
Teori Hak (right)
Nilai dasar
yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan
pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak
moral yang tidak dapat ditawar.
2.
Etika dalam Perpektif Islam
Masyarakat
Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal
ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan
kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar
kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar
kebenaran.
Berbagai
teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a)
Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu
dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
b)
Distributive Justice dalam Islam adalah Islam
mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam
mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
c)
Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat
mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan
tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
d)
Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan
manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus
dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan
duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
e)
Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan
nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi
dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi
egoisme dalam Islam.
f)
Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan
memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa
tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak
individu.
D.
KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
1.
Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal
ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep
ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu,
vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam
sistem Islam.
2.
Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat
mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang
atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan
dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan
bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل
اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku
adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3.
Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4.
Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
E.
TINGKATAN APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun
penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual,
organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab
pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua,
pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan
perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya.
Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan
berdasarkan sistem etika tertentu.
Realitasnya,
para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras
dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan,
emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil
dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang
prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba,
agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis
islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas
bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis
Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis.
Prinsip
ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.
Panduan
Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :
1.
Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
2.
Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3.
Tidak melakukan sumpah palsu
4.
Ramah tamah
5.
Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi,
agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
6.
Islam menawarkan keterpaduan agama,
ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka
etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Realitasnya, para pelaku bisnis
sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang
prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba,
agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama
RI. 1985
Ahmad, Mustaq Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar)2001
Badroen, Faishal dkk. Etika Bisnis Dalam
Islam,(Jakarta : Kencana) 2007
Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum
Mu`amalat.(Yogyakarta : UII Press) 2000
Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi
Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia)2002
Karim, M. Rusli Berbagai Aspek Ekonomi Islam,
(Yogyakarta : PT. Tiara Wacana)1992
Raharjo, M. Dawam Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi.
(Jakarta : LP3ES)1995
Rakhmat, Jalaluddin. Konsep Konsep Anthropolgis, dalam
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina)1994
Suseno, Franz Magnis. Etika Bisnis : dasar Dan
Aplikasinya, (Jakarta : Gramedia)1994
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan
Ekonomi.(Jakarta: LP3ES)1982
Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika, (Jakarta :
Rajawali Press)1995
Komentar
Posting Komentar